2400-1500 : zaman pengaruh Hindu-Budha dan pertumbuhan Islam. 3. 1500-1670 : Zaman kerajaan Islam dan mulai masuknya pengaruh Barat serta perluasan pengaruh VOC. 4. 1670-1800 : Masa penjajahan oleh VOC. 5. 1800-1811 : Masa pemerintahan Herman W. Daendels. 6. 1811-1816 : Masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles (Inggris).
KehidupanMasyarakat Indonesia pada Masa Hindu-Budha dan Islam Sumber. Modul Pendidikan Profesi Guru Modul 1. Perubahan dan Kesinambungan dalam Kehidupan Bangsa Indonesia Masa Pra Aksara, Hindu-Budha, Islam, Kolonialisme Barat di Indonesia, dan Aplikasinya dalam Pembelajaran IPS. Penulis. Arif Purnomo, S.Pd., SS., M.Pd. Sumber.
Apalagisebelum Islam berkembang pengaruh Hindu Budha dan kepercayaan lokal telah mengakar dengan kuat. Islam disebarkan di indonesia dengan cara . *. Islam disebarkan di Indonesia dengan cara. Seiring waktu semakin banyak pedagang muslim yang datang dan pengaruh agama Islam pun semakin besar di Indonesia.
cash. Squad, tahu nggak kalau berdasarkan arkeologi, terdapat beberapa pembabakan zaman di Indonesia. Dimulai dari zaman prasejarah, zaman klasik atau dikenal juga dengan zaman Hindu-Buddha, zaman Islam, dan zaman kolonial. Zaman Hindu-Buddha di Indonesia disebut juga sebagai masa klasik karena pengaruh kehadirannya yang kuat di Indonesia. Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, pengaruh kehadiran Hindu-Buddha di Indonesia masih dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Simak yuk pengaruh Hindu dan Buddha di masa kini! Pengaruh-pengaruh tersebut ada yang berupa pengaruh fisik dan nonfisik. Pengaruh fisik merupakan tinggalan dari zaman Hindu-Buddha yang dapat kita lihat secara fisik pada benda-benda masa kini. Sedangkan pengaruh nonfisik merupakan tinggalan yang memengaruhi adat, pola pikir, ataupun perilaku pada masyarakat masa kini. Penasaran apa saja pengaruh Hindu-Buddha di masa kini? 1. FISIK a. Wilayah Nusantara Wilayah Indonesia saat ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh kehadiran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, yaitu Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit. Pada masa Sriwijaya, wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malayu di sekitar Jambi, daerah yang saat ini menjadi Pulau Bangka, daerah Lampung Selatan, serta usaha Sriwijaya untuk menaklukan Pulau Jawa. Di masa Singasari, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Pahang saat ini Malaysia, Malayu saat ini Sumatera Barat, Gurun nama pulau di Indonesia bagian timur, Bali, seluruh Pulau Jawa, Bakulapura dan Tanjungpura saat ini wilayah di barat daya Kalimantan. Peradaban Majapahit yang lebih maju dalam perniagaan dan seni serta wilayah kekuasaan yang luas, mengantarkannya menjadi salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Asia Tenggara. Kerajaan maritim Hindu-Buddha memiliki pengaruh yang luas karena tidak terbatas hanya di daratan saja, sehingga dapat melakukan penjelajahan mengarungi lautan untuk menyebarluaskan pengaruh di bidang politik, ekonomi, dan budaya. Pada akhirnya, wilayah-wilayah kerajaan yang terbentuk pada masa itu membentuk wawasan tentang wilayah Nusantara yang sebagian besar menjadi negara Indonesia. Peta wilayah kekuasaan Majapahit. Sumber b. Bidang Arsitektur Salah satu pengaruh yang masih bertahan hingga saat ini adalah arsitektur pada bangunan di masa lalu yang banyak digunakan oleh bangunan masa kini. Beberapa bagian bangunan yang terpengaruh adalah pembagian bangunan dan halaman, atap bangunan, dan gapura. Pertama adalah bagian bangunan. Candi terdiri dari tiga bagian utama yaitu bhurloka dunia manusia, bhuvarloka dunia orang-orang yang tersucikan, dan svarloka dunia para dewa. Konsep ini kemudian diadaptasi dan saat ini dapat kamu lihat pada rumah-rumah tradisional Bali. Biasanya rumah tradisional Bali memiliki halaman yang luas dan dibagi ke dalam tiga bagian tersebut. Bangunan rumahnya terdiri dari bagian utama bagian atas bangunan, madya badan bangunan, dan nista kaki bangunan. Pembagian bagian-bagian bangunan pada rumah tradisional Bali. Selain itu, pembagian tersebut juga dapat dilihat pada halaman rumah yang dibagi menjadi tiga, yaitu jaba halaman depan, jaba tengah halaman tengah, dan jeroan halaman belakang/dalam. Selain pada pembagian bagian bangunan, pengaruh arsitektur juga dapat dilihat pada atap bangunan. Contohnya adalah Masjid Agung Demak yang menggunakan atap tumpang seperti pada pura. Atap tumpang pada Masjid Agung Demak. Sumber Selain dua hal di atas, bagian gapura juga dapat mengalami pengaruh dari Hindu-Buddha. Gapura Bajang Ratu dengan gaya arsitektur Paduraksa. Sumber Baca juga Kerajaan Hindu-Buddha Jenggala – Kediri, Singasari, dan Majapahit. Misalnya, Masjid Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus tahun 1549 M. Masjid ini memiliki arsitektur seperti bangunan pura pada bangunan. Selain itu, pada bagian gerbangnya memiliki bentuk gapura jenis candi bentar. Gapura siluet dan menara Masjid Agung Kudus. Sumber 2. NONFISIK a. Teknologi Perkapalan Teknologi perkapalan semakin maju sejak masa Hindu-Buddha khususnya Sriwijaya. Ciri khasnya antara lain adalah badan lambung kapal berbentuk seperti huruf V. Macam-macam bagian lambung kapal. Bentuk pertama atas adalah bentuk lambung kapal V. Sumber Ciri khas lainnya adalah bentuk haluan dan buritan yang simetris, tidak ada sekat-sekat kedap air di bagian lambungnya, tidak menggunakan paku besi dalam pembuatannya, serta kemudi berganda di kiri dan kanan buritan. Biasanya, kapal-kapal ini dibuat dengan teknik menyambung satu papan dengan papan lainnya, kemudian mengikatnya dengan tali ijuk. Kapal pada masa klasik, yang muncul pada relief di Candi Borobudur dan rekonstruksinya. Sumber b. Navigasi Pelayaran Pelayaran bangsa Indonesia pada masa kuno bergantung pada sistem angin musim. Pengetahuan tentang angin darat dan angin laut penting bagi pelaut. Untuk mengetahui arah, pada siang hari para pelaut memanfaatkan matahari, lalu di malam hari mereka menggunakan letak kelompok bintang tertentu di langit, seperti bintang mayang, bintang biduk, dan sebagainya. c. Sistem Pendidikan Jika saat ini kamu banyak menemukan sekolah yang memiliki asrama, itu adalah salah satu warisan masa klasik. Salah satu kerajaan yang terkenal dengan pendidikan agama Buddha-nya dan memiliki asrama adalah Sriwijaya. Saat itu kerajaan memiliki asrama mandala sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu lainnya. Asrama biasanya terletak di sekitar kompleks candi dan digunakan oleh para murid. d. Bahasa dan Sistem Aksara Pada masa awal Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dari India, Bahasa Sanskerta hanya digunakan oleh kaum pendeta. Bahasa lain yang digunakan oleh masyarakat pada masa itu adalah Bahasa Pali. Pada akhirnya, Sanskerta-lah yang banyak memengaruhi Bahasa Indonesia. Berikut beberapa kata yang telah diserap atau sering digunakan dalam Bahasa Indonesia durhaka dari kata drohaka. Bahagia dari kata bhagya. Manusia dari kata manusya. Tirta berarti air. Eka, dwi, tri berarti satu, dua, tiga. e. Upacara/Tradisi Upacara/tradisi di masa Hindu dan Buddha banyak yang bertahan hingga saat ini. Beberapa upacara atau tradisi yang bertahan hingga saat ini seperti upacara ngaben, tradisi potong gigi, hari raya Waisak, ataupun wayang. Ngaben adalah upacara kematian dengan membakar mayatnya dan abunya dibuang ke laut. Tujuannya adalah untuk melepaskan Sang Atma roh dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan Mokshatam Atmanam. Upacara Ngaben di Bali. Sumber Tradisi wayang juga masih bertahan hingga saat ini. Wayang mengalami percampuran dengan kebudayaan India melalui cerita-cerita seperti cerita Ramayana dan Mahabarata. Pagelaran wayang hingga sekarang masih sering diadakan di Indonesia mulai dari pagelaran wayang kulit, wayang golek. Itu dia, Squad, pengaruh Hindu-Buddha yang masih dapat kamu saksikan di masa kini. Tidak terasa, ya, kehadiran masa klasik di Indonesia memberikan banyak sekali pengaruh. Kamu bisa sebutkan pengaruh Hindu-Buddha di masa kini yang lain? Sebutkan di kolom komentar, yuk! Untuk kamu yang masih belum tahu, kamu bisa coba diskusikan dengan guru privat kamu di ruanglesonline. Sumber referensi Wardaya. 2009 Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Sumber foto Foto peta wilayah kerajaan Majapahit [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto masjid Agung Demak [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto gapura Bajang Ratu [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto gapura dan menara masjid Agung Kudus [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto macam-macam bagian lambung kapal [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto kapal Borobudur [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Foto upacara ngaben Bali [Daring]. Tautan Diakses 18 November 2020 Artikel terakhir diperbarui pada 18 November 2020
Mahandis Yoanata Thamrin Para prajurit Keraton Yogyakarta, dari berbagai kesatuan wilayah, bersiap melakukan upacara Grebeg Syawal. kini dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ternyata dalam proses penyebarannya agama Islam mengadopsi tradisi Hindu-Buddha. Terbukti dari bangunan masa kesultanan yang memiliki falsafah tersebut. Hal itu diungkap oleh arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, lewat diskusi Arkeologi Al-Qur'an di Nusantara, Jumat, 9 April 2021. Dalam forum itu juga ia memperkenalkan bukunya, Lawang Seketeng, yang mencatat temuan adopsi itu. Konsep Hindu-Buddha masih digunakan berkat pendekatan ajaran Islam yang disebarkan secara damai dan perlahan. Munandar menyebut, bahkan pembangunannya kesultanan masih menggunakan para pemikir yang mengetahui konsep itu. Baca Juga Sisik Melik Makna di Balik Toponimi 'Jalan Malioboro' di Yogyakarta Adopsi konsep juga dinilai dianggap diperbolehkan, dengan syarat tak mengganggu paham akidah Islam. "Kesinambungan konsep ruang ini saya amati terus berlanjut, seperti konsep Mahamerus sebagai pusat alam semesta, konsep Triloka-yang membagi tiga dunia, konsep Dewa Penjaga Mata Angin, dan Catuspatha," paparnya. Konsep-konsep itu sebenarnya sudah dikenal di era Hindu-Buddha di Jawa, terutama di masa akhirnya, Kerajaan Majapahit. Dalam paham Hindu-Buddha di Nusantara, masyarakat kerajaan mengenal penyakralan gunung. Kemudian diadopsi di periode Islam. Ia memberi contoh penyakralan tersebut lewat tempat makam para wali di gunung, dan keraton yang memiliki wilayah kuasa di sana. "[Kesultanan] Cirebon sendiri-dekat tempat asal saya, mereka mengacu pada Gunung Ciremai yang ada di belakangnya. Itu dianggap sakral," ujarnya. Baca Juga Mudik Lewat Cirebon, Ini 5 Kuliner Khas untuk Berbuka Puasa Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler Seorang abdi dalem dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, membantu mengamankan prosesi Grebeg. Pada konsep Triloka yang berdampak pada sistem tata ruang Kerajaan Hindu-Buddha pun diadopsi. Ia menyebut bagaimana sistem tata ruang keraton berbagai kesultanan di Jawa masih mengikuti Majapahit. "Disadari atau tidak, tetap terlihat dalam penatapan keraton-keraton di Jawa. Coba kita lihat di Cirebon, pembagian triloka jeroan depan, belakang itu sangat nyata," jelasnya. Konsep itu meletakkan pasar di sisi utara keraton, sama halnya dengan yang ada di Jogja, pasar Beringharjo. Meski kentara dan bukan prinsipnya, itu adalah simbol bahwa sisi utara selalu identik dengan dunia kehasratan. Tata ruang ini juga kentara dengan konsep Astadikpala Delapan Dewa Penjaga Mata Angin, yang terlihat dengan konsep pintu utama keraton dan alsafah peletakan bangunan kerajaan. Konsep Astadikpala ini sendiri sudah umum di dunia arkeologi Nusantara untuk memahami ruang. Berdasarkan catatan temuan, konsep dijalankan sejak masa Mataram kuno. "Misalnya, istana Sultan kini selalu menghadap ke timur yang menyimbolkan Indra. Sebab Indra adalah rajanya para dewa," ungkapnya. "Lewat konsep ini, sultan itu identik sebagai penguasa dari timur." Baca Juga Sumpah di Perbukitan Mollo, Kemenangan Kaum Ibu Melawan Pertambangan Budi ND Dharmawan Abdi dalem Keraton Yogyakarta bersiap membakar kemenyan di kompleks makam Raja Mataram di Imogiri. Pada kasus keraton Yogyakarta, konsep Astadikpala kian nyata dengan meletakan alun-alun di sisi selatan yang menggambarkan dunia gaib dan kematian. Sisi selatan sendiri dalam konsep itu dipegang oleh dewa Yama-dewa yang akan dijumpai pertama kali oleh orang yang meninggal. Sedangkan Gunung Merapi yang sebenarnya condong di sisi timur laut Jogja, yang merupakan arah perenungan dan ketenangan. Astadikpala juga mudah ditemukan dalam rangkaian arsitektur dan gaya seni yang masih tersisa, bahkan di dalam masjid yang dikemas dengan estika Islam. Penggunaannya juga masih diaplikasikan dalam pakaian kebesaran Keraton dengan emblem dengan bentuk konsep itu. Selain Astadikpala, hal seragam yang sangat menonjol dengan sisa kebudayaan Hindu-Buddha yang diterapkan juga lewat telaga buatan. Yunaidi Joepoet Wisatawan menikmati keindahan Umbul Muncar yang terletak di Kompleks Taman Sari Yogyakarta, Minggu "Setiap kali saya ke Trouwulan, itu ada segaran atau danau buatan yang berisi air sebagai penanda kota dan pelengkap kota," paparnya dan menerangkan penggunaan segara tua yang ditemukan barulah dari masa Majaphit. Pembangunan danau buatan atau segara ini bisa dilihat di Kesultanan Cirebon lewat Balong Segara, Tasik Ardi oleh Kesultanan Banten, dan Tamansari oleh Kesultanan Yogyakarta. Danau buatan itu sendiri memiliki dua makna, prgamatis dan dan simbolis. Munandar memaparkan, secara pragmatis ialah sebagai penampung air, cadangan air kejaan, dan rekreasi. Pada sisi simbolik, tempat itu mengacu pada kekuatan makrokosmos karena tempat itu hanya boleh diisi Sultan sebagai simbol Jambudwipa. Tempat yang sering didatangi pihak Keraton di segara itu adalah pulau kecil di tengahnya untuk menyepikan diri. Baca Juga Simbol-simbol Relief Gereja Puh Sarang dalam Bingkai Hindu-Jawa "Ini simbol kekuasaan dan keunggulan raja, sebagai simbol waruna-tempat tata aturan semesta. Berarti, tanpa raja, kerajaan ini bisa kacau," tambahnya. Meski demikian, Munandar mengakui bahwa buku terbarunya yang mengkaji simbol dan konsep ini masih sekedar pengantar dan masih terbatas di Pulau Jawa saja. Ia tak menutup kemungkinan bila konsep paham ini juga diterapkan di kerajaan di luar Pulau Jawa. Harapnya, paparannya lewat buku itu bisa jadi acuan untuk studi arkeologi keislaman yang memiliki kesamaan dengan masa Hindu-Buddha lebih dalam lagi. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Kami mengulas tentang Temukan Kesinambungan Sejarah Antara Hindu Budha Dengan Masa Islam. Buku Sejarah Indonesia Wajib Sejarah Budaya Syiah Di Asia Tenggara Bayt Al Hikmah Pendidikan Agama Hindu Berita Damar Panuluh Nusantara Misteri Pria Yang Tersesat Di Kerajaan Jin Damar Panuluh Bab V Itulah yang bisa kami bagikan terkait temukan kesinambungan sejarah antara hindu budha dengan masa islam. Admin blog Seputar Sejarah 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait temukan kesinambungan sejarah antara hindu budha dengan masa islam dibawah ini. Simak Contoh Soal Sbmptn Sejarah Materi Pergerakan Nasional Untitled Buku Sejarah Kelas 10untuk Siswa Pdf Document Sebutkan 5 Negara Di Belahan Bumi Utara Timur Selatan Dan Periodesasi Sejarah Peradaban Islam Kompasianacom Baznas Provinsi Bengkulu Bersama Kemenag Seluma Monitoring Pendidikan Dan Pembelajaran March 2017 Smpmts Vii Ilmu Pengetahuan Sosial Dianarfan Asbahri Kelas 10 Sejarah1tarunasena Untitled Kota Padang Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas Pendidikan Dan Pembelajaran March 2017 Pendidikan Dan Pembelajaran Temukan Kesinambungan Sejarah Pendidikan Dan Pembelajaran March 2017 Waspada Senin 17 Desember 2018 By Harian Waspada Issuu Demikian pembahasan temukan kesinambungan sejarah antara hindu budha dengan masa islam yang dapat admin sampaikan. Terima kasih telah mengunjungi blog Seputar Sejarah 2019.
kesinambungan sejarah antara masa hindu budha dengan masa islam